Putera Sampoerna,
mengguncang dunia bisnis Indonesia dengan menjual seluruh saham
keluarganya di PT HM Sampoerna senilai Rp18,5 triliun, pada saat
kinerjanya baik. Generasi ketiga keluarga Sampoerna yang belakangan
bertindak sebagai CEO Sampoerna Strategic, ini memang seorang pebisnis
visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan. Berbagai langkahnya
seringkali tidak terjangkau pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu membuat
sensasi (tapi terukur)dalam dunia bisnis. Sehingga pantas saja Warta
Ekonomi menobatkan putra Liem Swie Ling (Aga Sampoerna) ini sebagai
salah seorang Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005. Sebelumnya, majalah
Forbes menempatkannya dalam peringkat ke-13 Southeast Asia’s 40 Richest
2004.
Putera Sampoerna, pengusaha Indonesia
kelahiran Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947. Dia generasi ketiga dari
keluarga Sampoerna di Indonesia. Adalah kakeknya Liem Seeng Tee yang
mendirikan perusahaan rokok Sampoerna. Putera merupakan presiden
direktur ketiga perusahaan rokok PT. HM Sampoerna itu. Dia menggantikan
ayahnya Aga Sampoerna. Kemudian, pada tahun 2000, Putera mengestafetkan
kepemimpinan operasional perusahaan (presiden direktur) kepada anaknya,
Michael Sampoerna. Dia sendiri duduk sebagai Presiden Komisaris PT HM
Sampoerna Tbk, sampai saham keluarga Sampoerna (40%) di perusahaan yang
sudah go public itu dijual kepada Philip Morris International, Maret
2005, senilai Rp18,5 triliun.
Pria penggemar angka sembilan, lulusan
Diocesan Boys School, Hong Kong, dan Carey Grammar High School,
Melbourne, serta University of Houston, Texas, AS, itu sebelum memimpin
PT HM Sampoerna, lebih dulu berkiprah di sebuah perusahaan yang
mengelola perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia. Kala itu,
dia bermukim di Singapura bersama isteri tercintanya, Katie, keturunan
Tionghoa warga Amerika Serikat. Dia mulai bergabung dalam operasional
PT. HM Sampoerna pada 1980. Enam tahun kemudian, tepatnya 1986, Putera
dinobatkan menduduki tampuk kepemimpinan operasional PT HAM Sampoerna
sebagai CEO (chief executive officer) menggantikani ayahnya, Aga
Sampoerna.
Namun ruh kepemimpinan masih saja melekat
pada ayahnya. Baru setelah ayahnya meninggal pada 1994, Putera
benar-benar mengaktualisasikan kapasitas kepemimpinan dan naluri
bisnisnya secara penuh. Dia pun merekrut profesional dalam negeri dan
mancanegara untuk mendampinginya mengembangkan dan menggenjot kinerja
perusahaan.
Sungguh, perusahaan keluarga ini dikelola
secara profesional dengan dukungan manajer profesional. Perusahaan ini
juga go public, sahamnya menjadi unggulan di bursa efek Jakarta dan
Surabaya. Ibarat sebuah kapal yang berlayar di samudera luas berombak
besar, PT HM Sampoerna berhasil mengarunginya dengan berbagai kiat dan
inovasi kreatif. Tidak hanya gemilang dalam melakukan inovasi produk
inti bisnisnya, yakni rokok, namun juga berhasil mengespansi peluang
bisnis di segmen usaha lain, di antaranya dalam bidang supermarket
dengan mengakuisi Alfa dan sempat mendirikan Bank Sampoerna akhir
1980-an.
Di bisnis rokok, HM Sampoerna adalah
pelopor produk mild di tanah air, yakni rokok rendah tar dan nikotin.
Pada 1990-an, itu Putera Sampoerna dengan kreatif mengenalkan produk
rokok terbaru: A Mild. Kala itu, Putera meluncurkan A Mild sebagai rokok
rendah nikotin dan “taste to the future”, di tengah ramainya pasar
rokok kretek. Kemudian perusahaan rokok lain mengikutinya.
Dia memang seorang pebisnis visioner yang
mampu menjangkau pasar masa depan. Berbagai langkahnya seringkali tidak
terjangkau pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu membuat sensasi (tapi
terukur)dalam dunia bisnis. Langkahnya yang paling sensasional sepanjang
sejarah sejak HM Sampoerna berdiri 1913 adalah keputusannya menjual
seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40%) ke Philip
Morris International, Maret 2005. Keputusan itu sangat mengejutkan
pelaku bisnis lainya. Sebab, kinerja HM Sampoerna kala itu (2004) dalam
posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp15
triliun dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Dalam posisi ketiga
perusahaan rokok yang menguasai pasar, yakni menguasai 19,4% pangsa
pasar rokok di Indonesia, setelah Gudang Garam dan Djarum.
Mengapa Putera melepas perusahaan keluarga
yang sudah berumur lebih dari 90 tahun ini? Itu pertanyaan yang muncul
di tengah pelaku bisnis dan publik kala itu. Belakangan publik memahami
visi Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005 versi Majalah Warta Ekonomi
ini ((Warta Ekonomi 28 Desember 2005). Dia melihat masa depan industri
rokok di Indonesia akan makin sulit berkembang. Dia pun ingin menjemput
pasar masa depan yang hanya dapat diraihnya dengan langkah kriatif dan
revolusioner dalam bisnisnya. Secara revolusioner dia mengubah bisnis
intinya dari bisnis rokok ke agroindustri dan infrastruktur.
Hal ini terungkap dari langkah-langkahnya
setelah enam bulan melepas saham di PT HM Sampoerna. Juga terungkap dari
ucapan Angky Camaro, orang kepercayaan Putera: “Arahnya memang ke
infrastruktur dan agroindustri”. Terakhir, di bawah bendera PT Sampoerna
Strategic dia sempat berniat mengakuisisi PT Kiani Kertas, namun untuk
sementara dia menolak melanjutkan negosiasi transaksi lantaran
persyaratan yang diajukan Bank Mandiri dinilai tak sepadan. Dia pun
dikabarkan akan memasuki bisnis jalan tol, jika faktor birokrasi dan
kondisi sosial politik kondusif.
Sumber : suaramasa.com
0 komentar:
Posting Komentar